Powered By Blogger

Senin, 30 November 2009

Tentang Sistem Pendidikan Islam

Saturday, 14. February 2009, 03:35:28

pendidikan, islam, sistem
Indonesia adalah negara yang banyak mengidap penyakit, berbagai penyakit multidimensi telah menjalar dari level atas pejabat sampai pegawai rendah. Tak luput dari virus ini, pendidikan sebagai bangunan dasar membangun Indonesia telah terjangkiti pula.

Ketika dunia pendidikan kembali dituding telah gagal membentuk watak mulia pada anak didik, maka seperti biasa, segera muncul saran untuk memperbaiki kurikulum atau muatan pada mata ajaran. Tapi, bila sebelumnya yang dipersoalkan hanya sebatas masalah mata pelajaran atau paling jauh struktur kurikulum, Ajip Rosidi dan mungkin banyak dari kalangan pemerhati dan pelaku pendidikan mempersoalkan hal yang lebih mendasar — yakni tentang sistem pendidikan nasional yang ditudingnya masih mewarisi sistem pendidikan kolonial.

Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini memang adalah sistem pendidikan yang sekular-materialistik. Bila disebut bahwa sistem pendidikan nasional masih mewarisi sistem pendidikan kolonial, maka watak sekular-materialistik inilah yang paling utama, yang tampak jelas pada hilangnya nilai-nilai transendental pada semua proses pendidikan.

Sistem pendidikan semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia shaleh yang sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi. Secara kelembagaan, sekularisasi pendidikan menghasilkan dikotomi pendidikan yang sudah berjalan puluhan tahun, yakni antara pendidikan “agama” di satu sisi dengan pendidikan umum di sisi lain. Pendidikan agama melalui madrasah, institut agama, dan pesantren dikelola oleh Departemen Agama, sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah, dan kejuruan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional.

Disadari atau tidak, berkembang penilaian bahwa hasil pendidikan haruslah dapat mengembalikan investasi yang telah ditanam. Pengembalian itu dapat berupa gelar kesarjanaan, jabatan, kekayaan, atau apapun yang setara dengan nilai materi yang telah dikeluarkan. Agama ditempatkan pada posisi yang sangat individual. Nilai transendental dirasa tidak patut atau tidak perlu dijadikan sebagai standar penilaian sikap dan perbuatan. Tempatnya telah digantikan oleh etik yang pada faktanya bernilai materi juga.

Masalah pendidikan sangat berkaitan dengan masalah bidang lainnya, seperti ekonomi, hukum, sosial dan politik. Tidak bisa menyelesaikan masalah pendidikan hanya dari satu sudut bidang pendidikan semata, karena hasil pendidikan siswa disekolah sangat dipengaruhi juga oleh lingkungan dan keluarganya, maka solusinya harus bersifat revolusioner yaitu merubah secara total paradigma berpikir dan bersikap dari pola pikir dan pola sikap dari kapitalis menjadi pola berpikir islam. Di masyarakat kita saat ini berkembang persepsi kapitalis, semisal sekolah bertujuan dapat kerja, sekolah biar jadi orang kaya, sekolah sekedar mengisi waktu luang atau dari pada menganggur. Pelajaran ekonomi misalnya, mengajarkan: demi keuntungan sebesar-besarnya, dengan pengorbanan sekecil-kecilnya.

Allah menciptakan manusia, pasti dengan segala panduannya termasuk sistem pendidikan. Dalam islam bersekolah atau menuntut ilmu merupakan kewajiban. Hendaknya ditanamkan pada anak didik bahwa belajar atau menuntut ilmu hukumnya wajib, jika dilakukan akan mendapat pahala dan derajat yang tinggi, dan kalo tidak dilakukan berarti dosa. Hal ini kebanyakan tidak dipikirkan oleh masyarakat sekuler saat ini.

Beberapa abad silam pendidikan umat islam amat maju. diketahui bahwa peletak science modern adalah pemikir dan ilmuwan muslim. Mengapa dulu, pada semasa khalifah umar bin abdul aziz umat islam ulamanya ahli dibidang science dan sekaligus menjadi ahli agama? kalo ditelusuri jawabnya adalah tidak ada sekulerisasi antara agama dan science. Para ilmuwan waktu itu berlomba-lomba mencapai derajat yang tinggi karena didorong oleh keyakinan, bahwa barang siapa menuntut ilmu Alloh akan meninggikan derajatnya. Disamping itu negara atau kahlifah sadar bahwa memberikan sarana agar rakyatnya dapat melakukan kewajiban menuntut ilmu merupakan tanggung jawabnya. Khalifah banyak mendirikan perpustakaan diberbagai tempat yang bisa diakses oleh masyarakat luas. Sekolah-sekolah digratiskan, usia sekolah tidak dibatasi, guru atau ulama digaji tinggi, bahkan konon seorang ulama dihadiahi emas seberat buku yang berhasil ditulisnya. Dalam proses belajar siswa tidak dibebani harus ujian tanggal seki! an, tetapi siswa diberi kesempatan sampai benar-benar menguasai materi pelajaran dan jika telah siap maka siswa menghadap guru untuk diuji secara lisan.

Prinsip islam lainnya adalah :ilmu untuk amal agar benar-benar memahami maka ilmu yang telah diperoleh harus diamalkan. Dalam hal ini ilmu-ilmu yang bersifat fardhu kifayah atau keahlian dipelajari oleh orang-orang tertentu yang berminat. tidak seperti saat ini, siswa begitu banyak dijejali materi yang sekedar informasi dan sulit dipraktekkan. inilah setitik kehebatan sistem pendidikan islam, jika kita trmasuk orang yang yakin akan kebenaran islam, maka usahakan dan tegakkanlah syariah secara menyeluruh. pendidikan yang bermutu katanya tidak bisa dicapai kalo todak ada biaya, bagaimana bisa membiayai pendidikan, jika ekonominya seret? bagaimana agar ekonomi tidak susah? jawabnya buang ekonomi kapitalis, terapkan ekonomi islam yang menjamin distribusi yang merata. Mana mungkin menerapkan ekonomi, jika negara tidak memfasilitasi? negara tidak mau dan tidak mampu menerapkan ekonomi islam jika sistemnya bukan sistem islam. Kesimpulannya tegakkan syariah islam secara total.

Pendidikan Sekuler Bagian dari Kehidupan Sekuler

Sistem pendidikan yang material-sekuleristik tersebut sebenarnya hanyalah merupakan bagian belaka dari sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang juga sekuler. Dalam sistem sekuler, aturan-aturan, pandangan dan nilai-nilai Islam memang tidak pernah secara sengaja digunakan untuk menata berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Agama Islam, sebagaimana agama dalam pengertian Barat, hanya ditempatkan dalam urusan individu dengan tuhannya saja. Maka, di tengah-tengah sistem sekuleristik tadi lahirlah berbagai bentuk tatanan yang jauh dari nilai-nilai agama. Yakni tatanan ekonomi yang kapitalistik, perilaku politik yang oportunistik, budaya hedonistik, kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik, sikap beragama yang sinkretistik, serta paradigma pendidikan yang materialistik.
Solusi Fundamental

Pendidikan yang materialistik adalah buah dari kehidupan sekuleristik yang terbukti telah gagal menghantarkan manusia menjadi sosok pribadi yang utuh, yakni seorang Abidu al-Shalih yang muslih. Hal ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, paradigma pendidikan yang keliru di mana dalam sistem kehidupan sekuler, asas penyelenggaraan pendidikan juga sekuler. Tujuan pendidikan yang ditetapkan juga adalah buah dari paham sekuleristik, yakni sekedar membentuk manusia-manusia yang berpaham materialistik dan serba individualistik.

Kedua, kelemahan fungsional pada tiga unsur pelaksana pendidikan, yakni (1) kelemahan pada lembaga pendidikan formal yang tercermin dari kacaunya kurikulum serta tidak berfungsinya guru dan lingkungan sekolah/kampus sebagai medium pendidikan sebagaimana mestinya; (2) kehidupan keluarga yang tidak mendukung; dan, (3) keadaan masyarakat yang tidak kondusif.

Tidak berfungsinya guru/dosen dan rusaknya proses belajar mengajar tampak dari peran guru yang sekadar berfungsi sebagai pengajar dalam proses transfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tidak sebagai pendidik yang berfungsi dalam transfer ilmu pengetahuan dan kepribadian (transfer of personality), karena memang kepribadian guru/dosen sendiri banyak tidak lagi pantas diteladani.

Lemahnya pengawasan terhadap pergaulan anak dan minimnya teladan dari orangtua dalam sikap keseharian terhadap anak-anaknya, makin memperparah terjadinya disfungsi rumah sebagai salah satu unsur pelaksana pendidikan.

Sementara itu, masyarakat yang semestinya menjadi media pendidikan yang riil justru berperan sebaliknya akibat dari berkembangnya sistem nilai sekuler yang tampak dari penataan semua aspek kehidupan baik di bidang ekonomi, politik, termasuk tata pergaulan sehari-hari yang bebas dan tak acuh pada norma agama; berita-berita pada media massa yang cenderung mempropagandakan hal-hal negatif seperti pornografi dan kekerasan, serta langkanya keteladanan pada masyarakat. Kelemahan pada unsur keluarga dan masyarakat ini pada akhirnya lebih banyak menginjeksikan beragam pengaruh negatif pada anak didik. Maka yang terjadi kemudian adalah sinergi pengaruh negatif kepada pribadi anak didik.

Oleh karena itu, penyelesaian problem pendidikan yang mendasar harus dilakukan pula secara fundamental, dan itu hanya dapat diwujudkan dengan melakukan perbaikan secara menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan sekuler menjadi paradigma Islam. Sementara pada tataran derivatnya, kelemahan ketiga faktor di atas diselesaikan dengan cara memperbaiki strategi fungsionalnya sesuai dengan arahan Islam.
Solusi Pada Tataran Paradigmatik

Secara paradigmatik, pendidikan harus dikembalikan pada asas aqidah Islam yang bakal menjadi dasar penentuan arah dan tujuan pendidikan, penyusunan kurikulum, dan standar nilai ilmu pengetahuan serta proses belajar mengajar, termasuk penentuan kualifikasi guru/dosen serta budaya sekolah/kampus yang akan dikembangkan. Sekalipun pengaruhnya tidak sebesar unsur pendidikan yang lain, penyediaan sarana dan prasarana juga harus mengacu pada asas di atas.

Melihat kondisi obyektif pendidikan saat ini, langkah yang diperlukan adalah optimasi pada proses-proses pembentukan kepribadian Islam (syakhsiyyah Islamiyyah) dan penguasaan tsaqofah Islam serta meningkatkan pengajaran sains-teknologi dan keahlian sebagaimana yang sudah ada dengan menata ontologi, epistemologi, dan aksiologi keilmuan yang berlandaskan pada nilai-nilai Islam, sekaligus mengintegrasikan ketiganya.
Solusi Pada Tataran Strategi Fungsional

Pendidikan yang integral harus melibatkan tiga unsur pelaksana: yaitu keluarga, sekolah/kampus, dan masyarakat. Buruknya pendidikan anak di rumah memberi beban berat kepada sekolah/kampus dan menambah keruwetan persoalan di tengah masyarakat. Sementara, situasi masyarakat yang buruk jelas membuat nilai-nilai yang mungkin sudah berhasil ditanamkan di tengah keluarga dan sekolah/kampus menjadi kurang optimum. Apalagi bila pendidikan yang diterima di sekolah juga kurang bagus, maka lengkaplah kehancuran dari tiga pilar pendidikan tersebut.

Dalam pandangan sistem pendidikan Islam, semua unsur pelaksana pendidikan harus memberikan pengaruh positif kepada anak didik sedemikian sehingga arah dan tujuan pendidikan didukung dan dicapai secara bersama-sama. Kondisi tidak ideal seperti diuraikan di atas harus diatasi.

Solusi strategis fungsional sebenarnya sama dengan menggagas suatu sistem pendidikan alternatif yang bersendikan pada dua cara yang lebih bersifat strategis dan fungsional, yakni: pertama, membangun lembaga pendidikan unggulan di mana semua komponen berbasis paradigma Islam, yaitu: (1) kurikulum yang paradigmatik; (2) guru/dosen yang profesional, amanah, dan kafa’ah; (3) proses belajar mengajar secara Islami; dan, (4) lingkungan dan budaya sekolah/kampus yang kondusif bagi pencapaian tujuan pendidikan secara optimal. Dengan melakukan optimasi proses belajar mengajar serta melakukan upaya meminimasi pengaruh-pengaruh negatif yang ada, dan pada saat yang sama meningkatkan pengaruh positif pada anak didik, diharapkan pengaruh yang diberikan pada pribadi anak didik adalah positif sejalan dengan arahan Islam.

Kedua, membuka lebar ruang interaksi dengan keluarga dan masyarakat agar keduanya dapat berperan optimal dalam menunjang proses pendidikan. Sinergi pengaruh positif dari faktor pendidikan sekolah/kampus - keluarga - masyarakat inilah yang akan membuat pribadi anak didik terbentuk secara utuh sesuai dengan kehendak Islam. Berangkat dari paparan di atas, maka untuk mewujudkan lembaga pendidikan unggulan yang dimaksud setidaknya terdapat empat komponen yang harus dipersiapkan guna menunjang tindak solusif sebagaimana yang digagas — seperti tampak pada Bagan Skematis Fakta dan Solusi Problematika Pendidikan di Sekolah, yakni penyiapan kurikulum paradigmatik, sistem pengajaran, sarana prasarana dan sumber daya guru/dosen.

Harapan ke depan kita bisa keluar dari problem pendidikan dengan tuntas. Bersama kita berjuang demi kehidupan yang diberkahi Allah SWT. :smile:
Referensi: femaleofhati.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar